Warga Samin mulai dikenal beberapa
tahun terakhir, komunitas Samin adalah sekelompok orang yang mengikuti ajaran
Samin Surosentiko yang muncul pada masa colonial Belanda (http://learning-of.slametwidodo.com/).
Dalam sejarahnya Samin Surosentiko pada usia 31 tahun di tahun 1890 mulai
menyebarkan ajarannya ke orang-orang di Desa Klopoduwur, Banjarejo, Kabupaten
Blora. Ajarannya ini mendapat tanggapan baik dan memikat banyak orang dari
desa-desa sekitarnya, hingga mulai berkembang.
Salah satu warisan dari komunitas
Samin adalah Wayang Samin yang dapat menjadi salah satu ciri khas Wayang asli
Blora. Wayang Samin atau Wayang Golek Samin berbentuk wayang golek dan cukup
mirip dengan wayang golek Jawa Barat akan tetapu disajikan dalam Bahasa Jawa. Dengan
wajah agak lancip dengan warna merah muda. Mulutnya agak menguak gambar mata
melotot, dengan lengan panjang dan memakai jarik latar gelap. Memiliki ciri
khas bulu burung merak.
![]() |
Wayang Samin Blora di Museum Ronggowarsito |
Wayang Golek Samin terdapat di salah satu koleksi kebudayaan Museum Ronggowarsito Jawa Tengah. Wayang Golek Samin ini konon menjadi satu-satunya lidah semangat perjuangan di masa pendudukan Nippon/Jepang untuk mengingatkan warga terhadap perjuangan anak bangsa Suro Sentiko melawan penjajah di Indonesia. Di sela-sela perjuangan melawan Belanda, Samin Surosentiko mengajarkan beberapa ajaran.
Sebagai ciri khas dalam ajarannya Wayang Golek Samin mencerminkan kejujuran para penganut Saminisme. Ajaran-ajaran lainnya dari komunitas Samin adalah pandom urip apa adanya yang berpedoman keluguan dan kesederhanaan, prinsip ini dijadikan ajaran dalam sikap dan perilaku sehari-hari, dan tetap memegang pranata sosial yang kuat sesuai dengan ajaran inti, contohnya tidak iri dengki, tidak serakah, dan tidak panesten (mudah tersinggung atau membenci sesame), tidak semena-mena terhadap sesame, karena ajaran yang paling utama dari khas Samin adalah kerukunan.
0 Comments:
Posting Komentar