24 Des 2023

Pacu Jawi sebagai Ikon Tradisional Minangkabau

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan keberagaman suku, ras, dan budaya. Setiap Provinsi atau wilayah yang berada dalam lingkup Negara Kesatuan Republik indonesia memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing, Hal ini dapat dilihat dari tradisi dan kebudayaan di daerah tersebut. Tradisi ada kerena selalu dilestarikan dan dijaga keberadaaannya oleh masyarakat setempat, sehingga tidak akan hilang dan pudar dimakan zaman. Salah satu daerah yang memiliki keunikan akan tradisi nya adalah Sumatera Barat. Sumatera Barat merupakan daerah yang kaya akan alam, budaya, tradisi, dan adat istiadat. Dari banyaknya tradisi dan budaya yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat,  ‘pacu jawi’ adalah salah satu destinasi budaya yang paling menarik perhatian para wisatawan, baik itu wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara.

 

Pacu Jawi Sumatera Barat
Gambar Pacu Jawi - Sumatera Barat
sumber : Dinas Pariwisata Sumatera Barat

Asal Usul Pacu Jawi

Pacu jawi adalah sebuah perlombaan olahraga tradisional yang berasal dari Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. ‘Balapan sapi’ khas minang atau lebih dikenal dengan pacu jawi oleh masyarakat Minangkabau merupakan salah satu ikon budaya dari Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Tidak ada informasi pasti sejak kapan tradisi ini dimulai, yang jelas tradisi ini telah dilakukan sejak beratus- ratus tahun yang lalu. Pacu jawi berasal dari salah satu daerah tertua di Sumatera Barat yang mana diyakini sebagai asal mula nenek moyang masyarakat Minangkabau atau lebih dikenal dengan Luhak Nan Tuo tepatnya di Nagari Tuo (desa tua) Pariangan, Kabupaten Tanah Datar.

Awalnya pacu jawi ini sebagai bentuk upaya para petani zaman dulu untuk menemukan cara membajak sawah yang baik dan benar karena tidak adanya alat dan teknologi yang canggih seperti saat ini. Pacu jawi ditemukan oleh Dt.Tantejo Gurhano yang merupakan orang tertua pada saat itu yang arif dan bijaksana. Beliau memikirkan cara agar sawahnya menjadi subur dan mudah ditanami. Akhirnya, dengan dibantu oleh kemenakan nya sebagai supir (joki) yang mengendalikan sapi dan dua orang lagi yang memegang dan mengarahkan jawi. Dua orang ini difungsikan untuk memegang tali jawi yang berada dimulut jawi. Akhirnya setelah dibajak menggunakan jawi didapatkan hasil sawah yang subur dan gembur sehingga hasil panen melimpah. Tanah yang subur dan gembur disebabkan oleh kotoran jawi.

 

Pelaksanaan Pacu Jawi

Pacu jawi dilaksanakan setelah musim panen tiba,hal ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur karena hasil panen yang melimpah. Saat ini pacu jawi dilakukan setiap tahun yang mana diselenggarakan secara bergiliran secara empat minggu berturut-turut diempat kecamatan yang ada di Kabupaten Tanah Datar, yaitu Kecamatan Limo Kaum, Kecamatan Rambatan, Kecamatan Pariangan dan Kecamatan Sungai Tarab. Berbeda dengan “Karapan Sapi” (mirip seperti tradisi pacu jawi,namun tradisi karapan sapi berasal dari Madura, Jawa Timur) yang menggunakan tanah datar sebagai media atau arena bermainnya , pacu jawi menggunakan sawah yang sudah basah sebagai media kegiatannya.

 

Adapun tata cara pacu jawi sebagai berikut:

1.      Tahap Persiapan

Tuan rumah yang menjadi penyelenggara acara akan berunding atau bergotong royong terlebih dahulu. Gotong royong ini dilaksanakan dengan membersihkan lokasi dan memastikan saluran air lancar. Setelah acara selesai, maka masyarakat juga bergotong royong membersihkan lumpur dan meratakan sawah agar siap untuk ditanam kembali. Hal yang dilakukan pada tahap persiapan adalah mempersiapkan lokasi dan air serta menghaluskan lahan.

2.      Tahap Pelaksanaan

a.       Pembukaan

Seperti acara pembukaan pada umumnya, pada acara pembukaan pacu jawi akan dibuka oleh kepala dinas atau pemerintah daerah setempat, serta dihadiri juga oleh para tokoh adat atau orang terkemuka didalam masyarakat. Pada acara pembukaan biasa nya juga diiringi oleh lagu dan alat musik tradisonal seperti talempong.

b.      Perlombaan pacu jawi

Perlombaan  pacu jawi dilaksanakan setiap hari Sabtu dan dimulai dari pukul 10.00 hingga 17.00 WIB. Jadwal kegiatan pacu jawi diatur oleh PORWI (Persatuan Olahraga Pacu Jawi). Perlombaan pacu jawi, digunakan jawi berjumlah dua ekor dengan satu orang penjoki, sedangkan cara penilaian dalam pacu jawi tidak memiliki juri khusus, karena penonton sendiri sudah dapat menilai mana jawi yang bagus dan mana yang tidak saat berlari di area pacuaan. Jawi yang bagus adalah jawi yang berjalan lurus dan tidak melenceng kemana-mana.

3.      Tahap Penutup

Rangkaian acara pada saat penutupan lebih meriah dari acara pembukaannya, karena dalam tahap penutupan ini banyak agenda yang mengisi acara penutupan sehingga terlihat lebih meriah. Agenda-agenda itu misalnya saja pawai atau arak-arakan. Momen ini sangat dinanti-nantikan banyak orang, karena saat pawai penonton dapat melihat keunikan lain dari tradisi di Kabupaten Tanah Datar. Para jawi akan didandani dan dipakaikan suntiang. Jawi-jawi yang sudah didandani ini akan diarak bersama ibu-ibu yang membawa dulang(nampan berbentuk lingkaran yang permukaannya datar) yang dibungkus dengan kain berwarna-warni, dulang ini berisi makanan khas daerah.

Selanjutnya yang tak kalah heboh adalah penampilan kesenian dari masyarakat. Kesenian yang dipertunjukkan sangat beragam mulai dari tari piring, talempong pacik, dan juga ada pepatah-petitih dari niniak mamak. Penampilan -penampilan tersebut dilakukan di bawah sebuah tenda yang sudah disiapkan.

 

Manfaat Pacu Jawi

   Terdapat banyak sekali manfaat dari pacu jawi ,diantaranya:

1.      Memperkenalkan serta melestarikan tradisi pacu jawi

2.      Sarana hiburan

3.      Menaikkan harga jual jawi

4.      Sarana silaturrahmi antar masyakarat

5.      Menaikkan perekonomian masyarakat setempat

 

Apakah pacu jawi hanya ada di Kabupaten Tanah Datar saja? Pusat dari tradisi ini berada di Kabupaten Tanah Datar karena tradisi ini berasal dari sana, namun karena perkembangan zaman memberikan perubahan yang cukup besar kepada setiap daerah yang ada di Sumatera Barat. Sekarang beberapa daerah juga mengadakan acara pacu jawi, seperti Kabupaten Agam dan Kabupaten 50 Kota.

 

Penulis : Syntia Maharani
Mahasiswa Program Studi Sastra Jepang,
Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Andalas 2023/2024
Editor  : Potret Blora

19 Nov 2023

Tirto Adhi Soerjo Bapak Pers Nasional Asal Blora

Tirto Adhi Soerjo adalah Bapak Pers Nasional Indonesia, lahir dengan nama Raden Mas Djokomono anak dari Raden Ngabehi Muhammad Chan Tirtodipuro, sayangnya nama ibuny masih misterius. Tirto Adhi Soerjo lahir di Blora, tepatnya di Kecamatan Cepu, mengenai tahunnya ada dua versi yang ada saat ini. Pertama, yang dimuat dalam Buku Perdjoangan Indonesia dalam Sedjarah pada tahun 1962, disebutkan bahwa Tirto lahir pada 1872 dan wafat pada tahun 1917. Versi lain menyebutkan bahwa Tirto Adhi Soerjo lahir pada tahun 1880. Raden Mas Djokomono atau Tirto Adhi Soerjo bukan orang sembarangan, dia adalah bangsawan jawa yang merupakan cucu dari Raden Mas Tumenggung Tirtonoto(Bupati Rajagwesi, Karesidenan Rembang, sebelum 1827, Rajagwesi merupakan sebutan Bojonegoro). Tirto Adhi Soerjo juga sangat dekat dengan neneknya Raden Ayu Tirtonoto yang merupakan keturunan(cucu) Mangkunegara I alias Pangeran Sambernyawa.

Tirto Adhi Soerjo menjalani masa kecil dan remajanya bak nomaden, awal pendidikannya dimulai di ELS (Europeesche Legeere School) di Bojonegoro dengan diasuh neneknya, setelah neneknya meninggal Tirto Adhi Soerjo ikut sepupunya RMA Brotodiningrat di Madiun. Belum tamat di ELS, Tirto sudah pindah lagi ke Rembang dan diasuh oleh salah satu kakaknya yakni RM Tirto Adhi Koesoemo yang menjadi Kepala Jaksa di Rembang. Pada umurnya 14 tahun ia telah lulus ELS di Rembang, dan melanjutkan perantauannya ke Batavia.


Tirto Adhi Soerjo
RM Tirto Adhi Soerjo (tribunnews.com)

Awalnya Tirto merantau ke Betawi karena melanjutkan sekolah Hogere Burger School(HBS) – Setara SMA sekarang. Setelah lulus dari HBS dia diterima di sekolah dokter bumiputera, yakni School tot Opleiding van Inlandsche Artschen(Stovia) (Red : sekarang UI). Sebagai seorang priyayi Tirto justru tidak melanjutkan pendidikan di bidang pemerintahan, namun dia meneruskan pendidikannya ke sekolah dokter di Stovia pada tahun 1893-1900.. Masuk sekolah dokter Tirto tidak menyebabkannya tertarik kepada dunia kedokteran, justru ia lebih tertarik dengan dunia tulis-menulis. Ia akhirnya tidak sampai lulus di STOVIA, ia justru telah menumbuhkan benih-benih gagasan soal perlawanan kepada pemerintahan colonial saat itu lewat media.

Tirto Adhi Soerjo waktu itu sudah sering  mengirimkan tulisan ke berbagai surat kabar termemuka seperti Bintang Betawi, Chabar Hindia Olanda, dan Pembrita Betawi. Surat kabar terakhir iru menjadi tempat berkarir Tirto dan sempat menjadi redaktur walau dalam waktu singkat.

Tirto Adhi Soerjo mendapatkan pelajaran langsung dari jurnalis senior dan pemimpin redaksi Niews van den Dag. Mulai dari penulisan berita, mengelola penertibat, hingga belajar hukum untuk bisa menghantam kolonial.

Dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id Tirto Adhi Soerjo adalah seorang yang memberi inspirasi bagi masyarakat yang bingung dan tidak memiliki pijakan visi yang luas, serta cenderung kacau. Tirto Adhi Soerjo bukan hanya sebagai jurnalis, akan tetapi beliau juga perumus gagasan dan pengarang karya-karya non fiksi.

Tirto Adhi Soejo kemudian mendirikan dan memimpin Soenda Berita yang merupakan surat kabarnya sendiri pada tahun 1903-1905. Soenda Berita adalah surat kabar pertama yang dibiayai, dikola, disunting, dan diterbitkan secara langsung oleh pribumi, tirto Adhi Soerjo tidak hanya berhenti pada Soenda Berita, selanjutnya dia membuat Koran mingguan “Medan Prijaji’ (Red. Ejaan sekarang : Medan Priyayi) pada tahun 1909. Surat kabar Medan Prijaji juga merupakan surat kabar pertama yang diterbitkan menggunakan Bahasa Melayu atau Indonesia.

Tirto Adhi Soerjo ditetapkan sebagai Bapak Pers Nasional oleh Dewan Pers Indonesia Republik Indonesia pada tahun 1973, selain itu dia juga ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 10 November tahun 2016 lalu.

6 Nov 2023

Ini Sebabnya ada Mitos Orang Cepu Dilarang ke Gunung Lawu

Tahukah kamu? Selama ini ada mitos bahwa orang Cepu dilarang naik ke Gunung Lawu. Ternyata ada alasan khusus kenapa ada mitos bahwa orang-rang Cepu-Bojonegoro dilarang mendaki ke Gunung Lawu. Jadi apa alasannya?
Gunung Lawu dianggap sebagai salah satu tempat yang memiliki kekuatan spiritual yang cukup tinggi. Konon, Gunung Lawu menyimpan banyak cerita dan berhubungan dengan Raja Majapahit yakni Prabu Brawijaya V.
Prabu Brawijaya V
Prabu Brawijaya V


Dulu, dikisahkan bahwa Prabu Brawijaya V yang merupakan Raja Kerajaan Majapahit pada sekitar tahun 1400 yang merupakan masa-masa akhir Kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit pada masa itu telah mengalami pasang surut pemerintahan. Putra Prabu Brawijaya V yang bergelar Raden Patah telah mendirikan Kerajaan Isalm pertama di Jawa yakni Kerajaan Demak. Pada waktu itu Raja Brawijaya V gagal membujuk Raden Patah untuk kembali ke kerajaannya dan menolak untuk menjadikan Kerajaan Demak sebagai bawahan Kerajaan Majapahit.
Pada waktu itu terjadi pemberontakan dari menantu Prabu Brawijaya V sendiri, Prabu Brawijaya terpaksa pindah ke Demak. Raden Patah bermaksud mengajak ayahnya untuk memeluk Islam, akan tetapi Prabu Brawijaya menolaknya. Oleh karena tidak ingin untuk terus berselisih dengan anaknya sendiri sehingga Prabu Brawijaya bersama pengikutnya berpindah dan melarikan diri ke daerah Karanganyar. Akan tetapi dalam perjalanannya ini Prabu Brawijaya dan pengikutnya dikejar-kejar oleh Adipati Cepu bersama dengan pasukannya. Pengejaran itu pada akhirnya tidak berhasil untuk menangkap Prabu Brawijaya V yang berhasil mengasingkan diri ke puncak Gunung Lawu.
Singkat cerita, karena geram dengan pengejaran yang dilakukan oleh Adipati Cepu dan pasukannya, Prabu Brawijaya V bersumpah bahwa jika ada keturunan Adpiati Cepu atau orang Cepu yang ke Gunung Lawu akan celaka atau mati di Gunung Lawu.
Itulah penyebab mitos orang Cepu atau keturunan Adipati Cepu dilarang untuk mendaki ke Gunung Lawu.

3 Nov 2023

Cerita Pembunuhan Bupati Blora oleh PKI di Gorong-Gorong Pohrendeng tahun 1948

Pemberontakan PKI atau Partai Komunis Indonesia telah kita kenal sebagai bagian dari sejarah bangsa Indonesiaa. Dalam perjalanan bangsa Indonesia setidaknya kita telah mengenal tiga kali pemberontakan PKI atau orang-orang komunis di Indonesia. Satu kejadian sebelum kemerdekaan yakni pada masa Hindia Belanda pada tahun 1927 dan dua selanjutnya adalah tahun 1948 serta tahun 1965. Pemberontakan itu menghasilkan kejadian berdarah, seperti pembunuhan ataupun penculikan, ternyata kejadian berdarah itu juga terjadi di Kabupaten Blora, bahkan korbannya adalah Bupati Blora pada saat itu.
Kejadian ini terjadi pada saat umur Indonesia baru kurang lebih 3 tahun atau tepatnya terjadi pada tahun 1948. Konflik internal ini awalnya terjadi di Madiun, lebih dikenal sebagai Pemberontakan PKI Madiun 1948. Pemberontakan yang dilakukan oleh PKI pada kenyataannya tidak hanya terjadi di Madiun, akan tetapi juga terjadi di beberapa kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah, salah satunya adalah Blora. Pemberontakan PKI 1948 banyak memakan korban yang bukan hanya berasal dari pihak Pemerintah ataupun TNI, tetapi juga banyak dari penduduk sipil.
Kabupaten Blora menjadi salah satu tempat kejadian pemberontakan PKI tahun 1948. Kejadian pembantaian banyak terjadi di berbagai lokasi di Kabupaten Blora. Banyaknya tempat kejadian lokasi pembantaian itu, salah satu yang paling terkenal adalah ada di dukuh Pohrendeng, Desa Tamanrejo, Kecamatan Tunjungan. Kejadian tepatnya ada di sebuah gorong-gorong sebuah saluran air yang ada di tengah sawah. Lokasi ini kurang lebih berjarak 4 km dari pusat kota alun-alun Kabupaten Blora. Korban dari pembantaian di sini salah satunya adalah Bupati Blora saat itu yakni Mr. Iskandar.

Pada saat itu Bupati Blora hendak melakukan perjalanan menuju Semarang bersama dengan beberapa orang bawahannya dengan moda transportasi Kereta Api. Pada saat perjalanan itulah kemudian rombongan Bupati Blora bersama bawahannya ini dihadang oleh beberapa orang yang ternyata adalah anggota PKI. Bupati bersama rombongan bawahannya kemudian dibunuh dan jasadnya dibuang dan ditumpuk di gorong-gorong Pohrendeng ini.


Gorong-gorong Pohrendeng, tempat kejadian. sumber :kompasiana.com


Mengutip dari tulisan di kompasiana.com salah satu narasumber yakni Ridwan selaku kepala dukuh Pohrendeng, dia menceritakan bahwa “menurut salah satu saksi langsung dalam peristiwa tersebut yaitu Mbah Sambong yang sekarang sudah meninggal pernah menceritakan kepada saya mas. Awal mulanya Bupati Blora hendak pergi ke Semarang bersama beberapa asistennya dengan menaiki kereta api, namun ketika kereta sampai di lintasan Dukuh Pohrendeng kereta tersebut dihadang oleh beberapa orang yang ternyata anggota PKI dan kumpulan orang tersebut menyeret Bupati dan beberapa asistennya kemudian dibunuh dan jasadnya ditumpuk di bawah corongan ini(gorong-gorong Pohrendeng) mas.”

Narasumber lain seorang warga setempat Ahmad Asrori, mengatakan kepada liputan6.con bahwa “Ya, di corongan inilah duu para petinggi dibantai oleh para PKI,” gorong-gorong ini adalah jemban rel kereta api pada saat itu.

“Sepintas memang tidak ada yang istimewa dari banunan gorong-gorong bekas jembatan rel kereta api ini, karena tidak diabadikan menjadi tempat sejarah kejamnya PKI,” pungkasnya

Kejadian pemberontakan dan pembunuhan yang terjadi di tahun 1948 di Blora bukan hanya Bupati Blora Blora, TNI, asisten, dan para pejabat lainnya yang menjadi korban kekejaman PKI, akan tetapi juga banyak warga sipil di Kabupaten Blora yang menjadi korbannya. Konon, seorang penulis di kompasiana.com menulis bahwa jumlah jasa korban lebih dari 100 orang yang dikumpulkan di bawah corongan ini yang pada waktu itu adalah sebuah kubangan air yang cukup besar.

Kepada liputan6.com Sugie Rusyono menceritakan bahwa dia juga pernah bertemu dengan saksi hidup yakni mbah Sambong Gondowijoyo pada tahun 2014. Mbah Sambong Gondowijoyo adalah saksi hidup dan menceritakan melihat langsung peristiwa di corongan dari dekat ketika mbah Sambong Gondowijoyo masih muda dulu.

Sugie mengatakan kepada liputan6.com “Rasa ketakutan mbah Sambong membayang saat menceritakan peristiwa itu. Sebab dirinya melihat ada sekitar lima orang yang dibunuh oleh angora PKI dengan menggunakan senjata tajam di gorong-gorong Phrendeng pada malam hari,”

Nama Mr.Iskandar sekarang diabadikan sebagai salah satu jalan di Kabupaten Blora sebagai penghormatan kepada beliau. Jalan Mr. Iskandar yang terletak di selatan alun-alun Blora yang menghubungkan jalan ke arah Kecamatan Randublatung. Nama-nama lain yang juga diabadikan menjadi nama jalan di Kabupaten Blora adalah Jalan Abu Umar yang berada di sebelah barat alun-alun Blora sampai simpang tiga lapangan Bhayangkara Blora. lalu ada Jalan Gunandar yang berada di sebelah selatan Tugu Pancasila sampai SMP Negeri 2 Blora.

Selain nama-nama itu juga ada nama lain yang dibunuh PKI di Blora diantaranya adalah Kolonel Sunandar, Sumodarsono, Reksodiputro, Sudarman, dan AKBP Agil Kusumodyo, mereka dibunuh di lokasi yang berbeda. Nama-nama mereka juga diabadikan sebagai nama jalan di Kabupaten Blora.

17 Jul 2023

Silsilah Keluarga Sunan Pojok Blora

Sunan Pojok ada yang makamnya berada di jantung kota Blora adalah salah satu senapati unggulan Kerajaan Mataram Islam pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma. Dalam berbagai sumber Sunan Pojok memiliki beberapa nama yang dikenal yakni Pangeran Surabaya, Pangeran Surabahu, Pangeran Sedah, Syaikh Abdurrochim.

Sunan Pojok  Blora


Dalam sebuah sumber menyebutkan bahwa Ayah Sunan Pojok bernama Kyai Ashari Sunan Pejagong Tuban. Kalau dicari di Internet susah untuk ditemukan Sunan Pejagong Tuban, dan lebih diarahkan kepada Sunan Bejagung Tuban. Entah secara kebetulan atau tidak namanya juga Sayyid Abdullah Asy’ari, ada pula yang menyebutnya Syarif Asy’ari Baidhowi.

Dalam sumber yang lain Sunan Pojok yang dikenal sebagai Mbah Benun, Pangeran Sedah, Syekh Abdurrohim atau Pangeran Surobahu merupakan putra dari Pangeran Ronggo Sedayu. Dalam sumber yang sama disebutkan juga Pangeran Ronggo Sedayu ini adalah putra dari panembahan Marengat, putra dari Pangeran Singobarong. Putra Singobarong sendiri adalah menantu dari Sunan Kudus.

Dalam sebuah gambar ada yang menjelaskan hubungan antara silsilah Walisongo dan Sunan Pojok, ada di bawah ini :

Silsilah Sunan Pojok Blora
Silsilah Sunan Pojok Blora


Sementara itu Sunan Pojok memiliki tiga putra yakni Pangeran Kleco, Pangeran Sumodipo, dan Pengeran Dipoyudo. Dalam sumber yang sama menyebutkan bahwa ketiga putranya ini menjadi Adipati di Blora.

Membicarakan Sunan Bejagung Tuban/Sayyid Abdullah Asy’ari merupakan anak dari Sayyid Jamaluddin Kubro. Sayyid Jamaluddin Kubro ini sendiri adalah adik dari Sayyid Ibrahim Asmorokondi(ayah dari Sunan Ampel). Jadi dapat dikatakan bahwa ayah dari Sunan Pojok adalah sepupu dari Sunan Ampel Surabaya.

20 Jun 2022

Kematian Arya Penangsang, Dendam dan Duka

Kerajaan/Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa dan diperkirakan berdiri pada tahun 1478. Pendiri kerajaan Demak sekaligus raja pertama adalah Raden Patah memerintah antara tahun 1478-1518M. Selanjutnya dilanjutkan oleh Adipati Unus sebagai anak menantu tertua yang hanya memerintahkan selama kurang lebih 3 tahun antara 1518-1521 karena gugur dalam memimpin penyerbuan kedua Demak ke Malaka untuk mengusir Portugis. Adipati Unus kemudian lebih dikenal sebagai Pangeran Sabrang Lor. Sepeninggal Adipati Unus terjadi perebutan kekuasaan antara para calon penerus Sultan Demak karena Adipati Unus belum memiliki keturunan hingga wafatnya. Persaingan antara para penerus pemimpin Kerajaan Demak terjadi antara Trenggono dan Surowiyoto (Ayah Arya Penangsang). Singkat cerita Sultan Trenggono naik tahta Demak.

Di sisi lain kerajaan Jipang telah ada sejak abad ke-14 M, tepatnya pada masa pemerintahan raja ke-4 Majapahit. Kerajaan Jipang merupakan daerah perdikan sehingga tidak mempunyai kewajiban untuk membayar pajak karena jasanya sebagai daerah penyeberangan.

Penguasa Kerajaan Jipang yang pertama adalah Prabu Arya Jaya Dipa. Setelah wafatnya digantikan oleh anaknya yang bernama Raden Arya Seta, lalu dilanjutkan lagi oleh anaknya yang bernama Raden Usman Haji (Sunan Ngundung), sejak itu Jipang mengalami perubahan besar dalam sistem pemerintahan. Jipang mulai bekerjasama dengan Glagah Wangi (Demak) yang didirikan oleh Raden Patah (Sultan Demak yang pertam). Raden Patah kemudain menikah dengan putri Raden Usman Haji yang bernama Dewi Sekar Tanjung dan dianugerahi dengan dua orang anak bernama Ratu Mas Nyawa dan Surowijoyo. Surowijoyo atau Raden Kikin menikah dengan Dewi Roro Martinjung dan mempunya dua orang anak yakni Arya Penangsang dan Arya Mataram.

Surowiyoto atau Raden Kikin tewas dibunuh oleh Sunan Prawoto sepulang shalat Jumat di sungai, hingga akhirnya lebih dikenal sebagai Pangeran Seda Ing Lapen(Bunga yang gugur di sungai). Setelah kematian Raden Kikin atau Surowiyoto Sultan Trenggono pun naik tahta. Memerintah kurang lebih selama 25 tahun antara 1521 sampai dengan 1546, Sultan Trenggono tewas ketika memimpin serangan dalam rangka perluasan wilayah di Jawa Timur.

Sepeninggal Sultan Trenggono Raden Mukmin menggantikan sebagai raja ke-4 dengan gelar Sunan Prawoto, ibukota Demak dipindahkan ke Prawoto dan lebih dikenal sebagai periode Demak Prawoto (1546-1549). Pada tahun 1549 Arya Penangsang menuntut balas dan meminta tahta Demak karena merasa dialah yang berhak atas tahta Demak, dia tak terima atas kematian ayahnya. Arya Penangsang melakukan balas dendam dengan mengirim utusan bernama Rangkud dan menyerang Sunan Prawoto ketika ia sedang dalam perjalanan, Arya Penangsang juga melakukan pembunuhan terhadap Sunan Hadiri yang merupakan suami dari Ratu Kalinyamat. Setelah kematian Sunan Prawoto, Arya Penangsang menjadi penguasa Demak sebagai Sultan demak V, Ibukota Demak dipindahkan ke Jipang dan periode ini dikenal dengan sebutan Demak Jipang (1549-1554).

Kematian kakak dan suaminya membuat Ratu Kalinyamat dendam kepada Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat kemudian melakukan Tapa Wuda dan tidak akan menghentikan pertapaannya sebelum Arya Penangsang terbunuh.

Dikisahkan dalam Babad tanah jawi rombongan adipati Pajang Jaka Tingkir singgah ke Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat tapa. Ratu Kalinyamat mendesak Jaka Tingkir untuk membunuh Arya Penangsang, dirinya yang mengaku sebagai pewaris tahka Sunan Prawoto berjanji akan menyerqhkan Demak dan Jepara kepada Jaka Tingkir jika ia menang.

Di sisi lain Jaka Tingkir segan untuk memerangi Arya Penangsang secara langsung karena bagaimanapun juga dia hanya menantu keluarga Demak sementara Arya Penangsang turunan langsung Demak (cucu Raden Patah). Maka dia mengumumkan sayembara, yakni barangsiapa yang dapat membunuh Arya Penangsang akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Alas Mentoak.

Akhirnya Ki Ageng Pamanahan, Ki Ageng Sela, dan Ki Pandjawi mengikuti sayembara itu dan meminta izin kepada Jaka Tingkir untuk mengikutsertakan anak angkatnya yakni Sutawojaya untuk bersama mereka. Mereka dibekali pusaka tombah Kyai Plered dari Jaka Tingkir.


Dalam hari yang telah ditentukan pasukan Pajang menyerang Jipang dan saat itu Arya Penangsang sedang akan berbuka puasa setelah keberhasilannya puasa 40 hari. Terdapat surat tantangan atas nama Hadowijaya (Jaka Tingkir) yang memang saat itu sudah bertentangan dengan dirinya membuat Arya Penangsang tidak mampu menahan emosi. Apalagi surat tantangan itu dibawa oleh pekatik-nya (pemelihara kuda) yang dipotong telinganya oleh Pamanahan dan Penjawi. Meskipun sudah disabarkan oleh adiknya yakni Arya Mataram, Arya Penangsang tetap berangkat ke medan perang dengan menaiki kuda jantan andalannya bernama Gagak Rimang.

Gambar : Perang di dekat Bengawan Sore

Oleh siasat Ki Ageng Pamanahan Sutawijaya menunggu di seberang sungai Bengawan Sore menggunakan kuda betina yang sudah dipotong ekornya sehingga Kuda Gagak Rimang dengan penuh nafsu mengejar kuda yang ditunggangi oleh Sutawijaya dengan menyeberangi Bengawan Sore. Dalam posisi yang tidak siap Arya Penangsang berhasil ditusuk menggunakan tombak Kyai Plered, dan terjadilah peperangan antara pasukan Pajang dan Jipang.

Dalam cerita yang beredar luas Arya Penangsang mampu bertahan meskipun terdapat luka robek dalam perutnya, di mana ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip di pinggang. Dalam peperangan itu Arya Penangsang berhasil meringkus Sutawijaya. Dalam keadaan terdesak itu Sutawijaya hendak mencabut keris yang dibawanya. Lalu Arya Penangsang diteriaki gunakan juga pusakamu dan Arya Penangsang lupa akan ususnyayang dililitkan ke gagang keris itu. Saat mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, usus Arya Penangsang malah terpotong sehingga menyebabkan kematiannya. Dalam peperangan itu Ki Matahun yang merupakan patih Jipang tewas. Arya Mataran dan istrinya serta beberapa kerabat berhasil meloloskan diri ke Palembang.

 

Referensi :

https://daerah.sindonews.com/read/627325/29/sultan-trenggono-raja-demak-yang-berhasil-lumpuhkan-kekuatan-majapahit-1639411950?showpage=all

Jurnal Skripsi “Perbandingan Cerita Arya Penangsang Versi Naskah Babad Pajang dan Cerita Rakyat” (http://eprints.undip.ac.id/64821/1/Ringkasan_Skripsi_(Jurnal).pdf)

https://daerah.sindonews.com/read/699539/29/arya-penangsang-raja-demak-yang-tewas-oleh-keris-setan-kober-miliknya-saat-melawan-sutawijaya-1646082234

 https://www.merdeka.com/jateng/kisah-hidup-jaka-tingkir-raja-pertama-dan-pendiri-kerajaan-pajang.html